Senin, 14 Juni 2010

Kota Pekalongan Terancam Tenggelam



Peta Pekalongan 100 tahun kemudian di mana rob masuk ke daratan sejauh 2,8 km

Lima puluh warga berkepala plontos dan berseragam batik berbaris rapi di Kelurahan Panjang Baru, Kota Pekalongan, Jawa Tengah. Terik matahari tidak menyurutkan niat mereka menyambut kedatangan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad.


Pada 19 Maret lalu sekitar pukul 11.00 WIB, Pak Menteri tiba. Warga menyalami Fadel, diiringi musik tradisional.
"Kami sepakat gundul sebagai ungkapan rasa syukur sudah dibantu membangun rumah," kata Darsono, seorang warga yang wajahnya berbalut keringat.

Fadel memang meresmikan rumah ramah bencana bagi nelayan di pesisir utara Jawa Tengah. Ada 196 unit rumah yang tersebar di Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Cilacap, Brebes, dan Rembang. "Bersama pemerintah daerah, kami akan bangun rumah lagi bagi warga yang membutuhkan," kata Fadel didampingi Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo dan Wali Kota Pekalongan Basyir Ahmad.

Rumah berukuran 36 meter persegi itu lebih tinggi 1 meter dari jalan kampung. Memang sejak 5 tahun yang lalu, air laut pasang semakin tinggi dan selalu merendam wilayah ini. "Tinggi rob 25-40 sentimeter dan masuk ke rumah saya," kata Darsono. Kini dia bisa bernapas lega setelah rumahnya yang berjarak 100 meter dari pantai ditinggikan.

Fadel menyebutkan, naiknya permukaan air laut merupakan dampak perubahan iklim. Untuk itu, ia mengajak semua pihak bersama-sama melakukan upaya adaptasi sehingga dampak bencana tidak menjadi besar. Memang, berdasarkan hasil survei, kenaikan paras muka air laut di Pantai Utara Jawa setinggi 6-10 milimeter per tahun.

Direktur Pesisir dan Lautan Kementerian Kelautan dan Perikanan Subandono Diposaptono membuat penelitian di Pekalongan dan Semarang. Dia membuat analisis bahaya, kerentanan, dan risiko dari kenaikan permukaan air laut di dua kota tersebut. Ada dua perangkat yang digunakan, yakni pemodelan skenario dan aplikasi teknik sistem informasi geografis. Kemudian dibuat peta topografi dan peta citra dari satelit yang memiliki resolusi tinggi. Setelah survei lapangan, dibuat peta berdasarkan digital elevation model (DEM).

Berdasarkan analisis kontur melalui DEM dan asumsi kenaikan paras muka air laut rata-rata 8 milimeter per tahun, Subandono membuat peta genangan di pesisir Kota Pekalongan dalam berbagai kurun waktu. "Untuk 100 tahun ke depan, genangan akan merangsek ke darat sejauh 2,1 sampai 2,8 kilometer dari garis pantai," katanya. [lihat peta]. Luas genangan mencapai 19.564,2 hektare.

Berdasarkan analisis kerentanan, ujar Subandono, Kota Pekalongan memiliki skor yang tinggi. Dia melihatnya dari unsur geomorfologi, laju erosi pantai, kemiringan pantai, kenaikan muka air laut relatif, rata-rata tinggi gelombang, dan kisaran tinggi pasang surut.

Bagaimana dengan analisis risiko? Kota penghasil batik ini memiliki skor 2,4. "Nilai ini dikategorikan sebagai daerah dengan risiko pantai besar," kata Subandono, yang meraih gelar doktor dari Universitas Tohoku, Jepang. Artinya, konsekuensi dari dampak kenaikan paras muka air laut yang paling parah adalah infrastruktur dan permukiman penduduk di Pekalongan.

Basyir menjelaskan, ada lima kelurahan di Kecamatan Pekalongan Utara yang berada di bibir pantai. Jumlah penduduk di kecamatan ini sebanyak 75 ribu jiwa. Untuk menghadapi bencana iklim, pihaknya sudah menyusun rencana adaptasi.

"Tahun ini peraturan daerah tentang tata ruang berbasis adaptasi perubahan iklim akan keluar," kata Basyir. Menurut dia, akan ada zonasi-zonasi. Di antaranya penanaman mangrove seluas 200 hektare dalam jangka waktu 3 tahun mendatang.

Selain itu, reklamasi pantai di Dukuh Pasir Kencana, Kecamatan Pekalongan Barat. Lalu membuat tanggul pada permukiman yang letaknya di bibir pantai. Juga pintu air dengan sistem buka-tutup. Dia berharap Darsono dan ribuan warga lainnya tidak lagi tergenang rob kala laut pasang.

UNTUNG WIDYANTO


Sumber :
http://www.tempointeraktif.com/hg/sains/2010/04/01/brk,20100401-237255,id.html
14 Juni 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar