Senin, 14 Juni 2010

Aroma Tauco di Soto Pekalongan Pak Dul


ADA banyak kekayaan cita rasa yang bisa anda cicipi sepanjang pantura. Di Pekalongan, Anda bukan cuma wajib singgah untuk memborong batik, tapi juga menikmati soto khas kota ini. Ciri khas soto Pekalongan ada pada tauco.


Keterlibatan fermentasi kedelai ini menghadirkan aroma menggairahkan para penikmat setia soto asal kota batik ini. Orang Sunda biasa membuatnya menjadi sambel yang sedap dinikmati bersama taoge rebus. Sedangkan warga keturunan China biasa menghadirkannya bersama ikan goreng atau ikan kukus dengan menumis tauco bersama cabai merah dan hijau bersama bawang merah dan putih.

Namun, buat yang belum pernah merasakan tauco dalam campuran kuah, bisa jadi eksperimen rasa dengan Soto Pekalongan ini akan menghadirkan pengalaman yang menyenangkan. Sebagai catatan, penduduk negeri Gingseng, Korea Selatan juga akrab dengan bumbu satu ini. Tak jauh beda dengan orang Pekalongan, mereka juga biasa menghadirkannya dalam sejenis sop pedas dengan lauk iga sapi atau ikan.

Seperti sudah jadi kesepakatan warga berbagai suku Indonesia bahkan juga Korea Selatan, kehadiran tauco umumnya dibarengi sensasi pedas. Namun, di Pekalongan, komitmen ini tidak berlaku. Tauco menjadi bumu dasar kuah yang netral, jika ingin membuatnya terasa lebih menyengat, silahkan tambahkan sambal. Anda juga bisa memilih teman sang soto, nasi atau lontong.

Keistimewaan lain Soto Pekalongan adalah jenis dagingnya yang opsional. di warung-warung soto, pembeli bisa memilih sesuai selera. Ada daging kerbau, sapi atau ayam ditambah usus goreng kering.

"Awal mula soto Pekalongan adalah daging kerbau, namun sekarang ini memenuhi keinginan pembeli, jadi lebih bervariasi. Kami juga menyediakan daging sapi atau ayam," kata Dulmukti, 51, pemilik Rumah Makan Soto Pekalongan Pak Dul yang berada di jalur Pantura, di depan Pasar Grosir Batik Sentono.

Tiga jenis daging ini tentu akan meninggalkan jejak rasa berbeda. Daging kerbau yang berwarna lebih gelap juga sedikit beraroma khas, tekturnya lebih kenyal, sementara potongan sapi lebih terang dan lembut dikunyah. Keduanya dipotong segi empat sebesar jempol orang dewasa sedangkan daging ayam disuwir.

Rumah makan Pak Dul merupakan salah satu dari sekian banyak warung soto Pekalongan yang bertebaran di kota ini. Namun, karena lokasinya yang strategis, di pinggir jalur pantura Pekalongan - Batang, maka warung milik Dulmukti ini terbilang paling ramai.

Tak heran, tak sedikit para pelintas pantura, tak pernah melewatkan merapat di rumah makan yang kerap disinggahi para pesohor. Tak jarang, mereka memesan beberapa porsi untuk dibawa ke kota asal.

"Banyak pejabat yang kirim utusan membeli dari sini dan dibawa ke Jakarta, dibungkus atau saya kirimkan. Juga banyak artis asal daerah sekitar sini yang pasti mampir kalau mereka pulang kampung seperti Denada, almarhum Basuki, Gogon, Mamik," kata Dulmukti.

26 Tahun
Dulmukti menggeluti bisnisnya sejak 26 tahun lalu. Berawal dari berjualan keliling kampung, ia kemudian membangun tempat usaha pertamanya di Jalan Jenderal Sudirman Pekalongan.

Berbeda dengan warga Pekalongan yang mayoritas bekerja di sentra batik, ia justru tertarik menggeluti soto. "Saya belajar otodidak, mengamati dan merasakan soto dari beberapa pedagang. Karena orang tua buruh batik dan tidak ada keluarga yang berdagang soto," tutur Dulmukti.

Kini, Dulmukti menjual tak kurang 400 hingga 500 porsi soto Pekalongan. Di hari libur melonjak hingga 750 porsi, yang dia jual Rp10.000. "Kalau hari biasa kita habis 75 kilogram daging ayam dan 25 kilogram daging sapi dan kerbau, tapi kalau hari besar atau Minggu bisa 90 kilogram daging ayam dan 40 kilogram daging," kata Dulmukti yang bercita-cita memenuhi permintaan pelanggannya, membuka cabang di Semarang,
Yogyakarta, Jakarta atau Bandung. (Akhmad Safuan/M-2)


Sumber :
Penulis : Akhmad Safuan
http://www.mediaindonesia.com/mediakuliner/index.php/read/2010/05/30/223/6/Aroma-Tauco-di-Soto-Pekalongan-Pak-Dul
14 Juni 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar